1
Suara-suara
itu masih membahana. Terik matahari terpecah seketika saat suara-suara itu
mendominasi. Hari itu adalah hari ketujuh sejak awal masuk semester baru bagi
anak sekolahan—termasuk untuk yang SMA. Jalan yang jika hari-hari biasa penuh
dengan lalu-lalang mobil dan para pejalan kaki yang hendak ke pasar dan
supermarket—atau bahkan memang sengaja untuk jalan-jalan mencari tempat makan
demi memenuhi panggilan perut.
Kali
ini tidak. Jalan yang terbentang dikuasai oleh pelajar dari dua sekolah yang berbeda.
Seragam putih abu-abu mereka mengesankan bahwa pada jam-jam segitu pastilah
baru saja pulang sekolah. Tas yang awalnya sebagai tempat isi beberapa buku dan
alat tulis kini berfungsi ganda. Sebuah pukulan melayang dari seorang—bahkan
beberapa pelajar yang menyulap tas mereka layaknya sarung tinju.
Keriuhan
dan sorak-sorai terdengar disana-sini. Beberapa warga awam yang kebetulan
lewat—mengurungkan niatnya. Mereka akan jauh lebih baik menyingkir dan menahan
perut mereka untuk memutar demi mencari tempat makan yang lain. Teriakan dari
masyarakat awam semakin menambah keramaian disana.
Aku—sebagai
salah satu orang yang terlibat disana masih gigih mempertahankan posisiku.
Eits, tunggu dulu! Aku bukan masyarakat awam yang kalian sangka—apalagi orang
yang keburu menahan rasa laparnya demi tidak jadi makan di rumah makan
sepanjang jalan sana. Aku adalah orang yang salah satunya membuat keributan dan
ketidakjelasan itu terjadi.
Yoga—salah
seorang temanku yang sama-sama dari satu SMA denganku. Sesekali aku mengawasi
kehadirannya—aku merasa lega ketika dia begitu lincah menghindari setiap lawan
yang dihadapinya. Bahkan—ia dengan begitu lihai melindungi gitar yang
dibawanya. Ah, bagiku—gitar tersebut sebenarnya bisa menjadi alat pukul untuk
punggung—atau bisa saja sebagai pembelamu dengan menyerang dagu lawan dengan
ujung gitar.
Suasana
memuncak ketika pihak lawan mengeluarkan sebilah pisau lipat. Lawan tersebut
adalah orang yang kini kuhadapi. Aku tergelak sekejap. Langkahku mundur
beberapa langkah; menghindari dengan mencari strategi lain. Tapi dia keburu
cepat menyerangku. Seperti yang kukatakan sebelumnya—gitar yang juga kupegang
akan menjadi pelindungmu dengan sangat ampuh! Aku menyulap gitar tersebut
menjadi tameng ajaib. Sayang, sebagai gantinya gitar tersebut terluka pada
bagian sisi. Dia tampak kesulitan mencabut pisau yang tertancap disana. Tanpa
nyana—aku menendang tengkuknya dan meninju wajahnya. Dia sempoyongan seketika
dan akhirnya tersungkur ke belakang.
“Ayo
maju! Halah, Cuma segitu saja masih mau nggertak?”
Secepat
kilat dan beruntung pendengaranku tajam—ketika angin membisikkan bahwa ada
sebuah sayatan yang membelah udara yang tertuju ke arahku. Aku mengelak—lebih
tepatnya ada seseorang yang membantuku. Dia adalah Yoga. Yang akhirnya melawan
dia dengan segera, namun pada akhirnya ia terhantam pukulan yang melesat di
perutnya.
“Yoga!!”
“Hei!”
Amarahku memuncak. Kuangkat tubuhnya dengan mencengkeram kerah bajunya dan
menariknya. Tapi tidak untuk membantunya berdiri—karena seketika itu pula—aku
memukul wajahya hingga berulang kali. Dia tampak kepayahan.
Ketika
lawanku kepayahan—barulah aku menyapu pandangan ke sekelilingku. Keributan ini
merajalela. Padahal biasanya hanya sebatas perkelaian yang terjadi antara dua
SMA—tanpa melibatkan masyarakat sekalipun! Tapi untuk kali itu, aku melihat ada
seorang anak kecil menangis di tengah-tengah keributan. Berniat untuk
menyingkirkan anak tersebut dari serangan yang lainnya—seseorang nyaris saja
merobohinya jika aku terlambat sedikit saja!
Aku
mendekapnya. Tapi tangisan anak itu masih saja terdengar. Justru semakin keras.
6 komentar:
yg kedengeran janggal:
sekolahan
segitu
SEORANG bahkan BEBERAPA PELAJAR
keburu
SAMA-SAMA dari satu sma DENGANKU
merobohinya
kata-katanya bagus mba, keren, jalan ceritanya juga ok, buat seorang penulis cerita awal itu yang terpenting, kalau cerita awalnya udah biasa aja dan gak bikin penasaran, udah deh gak ada yg mau lanjut baca. dan cerita mba awalnya udah bagus, gak biasa, bikin penasaran yg baca, tapi ada yg ganjal di bagian parag. 7 itu ceritamya agak gak mudengin sih kalo kata gilang, hehe... itu aja mba, maaf kalau ada yg keliru comennya :)
jln critanya enak diikutin...tp kalimatnya msh ada kata2 yg g perlu p ya, jd agk ribet mbaca'y...ni msh da lnjutan'y kan..kaya'y asik menunggu lnjutan crita'y..terus berkarya,,,,
@desinta: makasih ya De, uda sekalian ngedit2 bagian yang keliru... ntar aq perbaiki. :-)
@Gilang: makasih ya Lang buat komen'a... yang pargh.7 ya? hahaha, bingung atuh mba'a nyusun kalimatnya, akhirnya yang muncul kalimat itu. kayak sayatan pisau itu lho, pasti kan ada suaranya "ssssshhhh" gt, haha.
@Anas: maksih jg y uda mbaca, tenang itu ada lanjutannya kok. terus ikuti ya... :-)
Posting Komentar